BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana
juga makhluk-makhluk yang lain di muka bumi ini, dan setiap makhluk yang
dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan makhluk
lain. Manusia adalah makhluk yang mempunyai polah, ulah, dan tingkah laku,
banyak sekali keinginan dan dorongan nafsunya (dorongan untuk berkuasa, untuk
lebih dari orang lain, dorongan seks, dorongan untuk terkenal atau termasyhur,
cemburu, dengki, rakus, dan tamak), sehingga pada manusia perlu ada pengaturan
hukum, tata tertib, adat istiadat, agama, pendidikan, norma, dan nilai. Pada
sisi lain manusia adalah makhluk yang luar biasa hebat, dapat berkata-kata,
berbahasa, dapat menciptakan sesuatu, dapat bersopan santun, dapat memanfaatkan
dan mengendalikan alam, dapat berlaku jujur, dapat menyayangi dan berkorban.
Manusia bebas merdeka dalam memanfaatkan anugerah limpahan kemampuan kehendak dan kekuasaannya; manusia bebas berkehendak (free will) dan bebas bertindak melaksanakan kemampuan, kekuasaanya (free act) namun selaku makhluk ciptaanNya seperti juga alam semesta dan isinya selalu tunduk pada hukum-hukum kehidupan ciptaan Tuhan baik secara sukarela atau terpaksa. Berkaitan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas tentang kebebasan dan tanggung jawab manusia ditinjau dari beberapa aspek.
Manusia bebas merdeka dalam memanfaatkan anugerah limpahan kemampuan kehendak dan kekuasaannya; manusia bebas berkehendak (free will) dan bebas bertindak melaksanakan kemampuan, kekuasaanya (free act) namun selaku makhluk ciptaanNya seperti juga alam semesta dan isinya selalu tunduk pada hukum-hukum kehidupan ciptaan Tuhan baik secara sukarela atau terpaksa. Berkaitan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas tentang kebebasan dan tanggung jawab manusia ditinjau dari beberapa aspek.
B. RUMUSAN
MASLAH
Dari
uraian dapat disimpulkam bahwa terdapat beberapa rumusan masalah, sebagai
berikut:
1. Manusia
sebagai maklhuk ciptaan Tuhan.
2. Manusia
memiliki pola pikir dan tingkah laku.
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui Kebebasan dan Tanggungjawa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
2. Untuk
mengetahui Kebebasan dan Tanggungjawab manusia yang memiliki pola pikir dan
tingkah laku.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. KEBEBASAN
Di antara masalah yang menjadi bahan perdebatan
sengit dari sejak dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau
kemerdekaan menyalurkan kehendak dan kemauan. Yakni adalah kehendak kita
merdeka dalam memilih perbuatan yang kita buat? Adakah orang itu dapat memilih
di antara berbuat atau tidak, dan dapatkah ia membentuk perbuatannya menurut
kemauannya? Adakah kita merdeka dalam mengikuti apa yang diperintahkan etika,
atau kita dapat mengikuti dan dapat menolak?
Dalam filsafat, pengertian kebebasan adalah
kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna
positif, dan ia ada sebagai konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat
berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi makhluk
yang memiliki kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak, dan berbuat.
Aritoteles sendiri mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (homo rationale) yang memiliki tiga jiwa (anima), yakni:
Aritoteles sendiri mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (homo rationale) yang memiliki tiga jiwa (anima), yakni:
1. Anima avegatitiva atau disebut roh vegetatif.
Anima ini juga dimiliki tumbuh-tumbuhan, dengan fungsi untuk makan, tumbuh dan
berkembang biak;
2. Anima
sensitiva, yakni jiwa untuk merasa, sehingga manusia punya naluri, nafsu, mampu
mengamati, bergerak, dan bertindak;
3. Anima
intelektiva, yakni jiwa intelek. Jiwa ini tidak ada pada binatang dan
tumbuh-tumbuhan. Anima intelektiva memungkinkan manusia untuk berpikir, berkehendak,
dan punya kesadaran.
Sungguh bebas sang-gup memberikan suatu arah tetap
kepada hidupnya. la berbuat baik, bukan karena hal itu dinantikan daripadanya
(di mata orang lain), bukan karena dengan itu ia dapat mengelakkan banyak
kesusahah (teguran, denda, hukuman), bukan karena hal itu diperintahkan oleh
suatu instansi dari luar. la berbuat baik karena suatu keterlibatan dari dalam.
Tidak mungkin ia akan berbuat jahat. Tapi ketidak-mungkinan ini tidak boleh ditafsirkan
sebagai paksaan atau sebagai tanda ia tidak bebas. Sebaliknya, ia tidak bisa
berbuat jahat, karena ia mencapai suatu keterlibatan dan kesempurnaan dengan
penuh kesadaran.
B. KEBEBASAN
dan TANGGUNGJAWAB
a. Manusia dalam bertindak, yaitu:
Melakukan sesuatu dengan sengaja, dengan maksud dan
tujuan tertentu. Kemampuan ini khusus manusiawi. Hewan dapat berbuat tetapi
didorong dan berdasar naluri, perangsang, kebiasaan. (seperti pada percobaan
Pavlov). Kebebasan mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu
dengan menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan berbagai macam
unsure. Manusia bebas berarti manusia dapat menentukan sendiri tindakannya.
Manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan
luar, tetapi juga dapat mengambil sikap dan menentukan dirinya sendiri. Manusia
tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam,
melainkan ia membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut.
Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat
manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan
digerakkan, melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri. Apa
saja yang dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri, dianggap
sebagai hal yang tidak wajar.
b. Kebebasan dengan Kewajiban Moral Masalah:
Apakah kewajiban moral menghilangkan kebebasan
moral. Analisa kesadaran moral memperlihatkan bahwa dalam kesadaran moral yang
berkembang penuh, orang melakukan kewajibannya karena ia sendiri setuju.
Walaupun melakukan kewajiban dapat membawa pengorbanan, tetapi setelah itu ia
justru merasa “bebas”.
Mentaati kewajiban moral secara otonom, sedikitpun
tidak merendahkan manusia. Bahkan sebaliknya; jika sudah berhadapan dengan
kewajiban moral manusia dapat menghayati kebebasan dengan sepenuhnya.
(Drijarkara, 1966: Menyebutnya sebagai ikatan yang membebaskan). Kita terikat
untuk melakukan kewajiban, tetapi justru kalau kita kerjakan, kita akan merasa
ringan, “tidak mempunyai beban”.
c. Kebebasan yang Bertanggung
Jawab
Kebebasan ditantang kalau berhadapan dengan
kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak
mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan.
Jadi kebebasan mengandung pengertian:
Jadi kebebasan mengandung pengertian:
1) Kemampuan untuk menentukan
dirinya sendiri
2) Kemampuan untuk bertanggung jawab
3) Kedewasaan manusia
4) Keseluruhan kondisi yang
memungkinkan manusia untuk melaksanakan tujuan hidupnya.
Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem
nilai dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, berarti bukan
instinktif, terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan objek material
Etika.
C. ALIRAN
TENTANG KEBEBASAN
a. Indeterminisme
Kebebasan adalah dasar mutlak manusia, dasar bagi
perbuatan manusia.
b. Determinisme
Mengingkari semua kebebasan, jadi semua perbuatan
manusia ditentukan bermacam-macam factor.
c. Manusia sebagai titik sentral
Menghubungkan determinisme dengan kebebasan moral dan
menekankan arti partisipasi manusia di dalam alam ini. Oleh karena manusia
melakukan pilihan-pilihan antara berbagai kemungkinan, ia kadang-kadang menjadi
faktor penyebab yang aktif atau menjadi hasil yang pasif.
D. KITA MENGAKUI KEBEBASAN SEBAGAI KENYATAAN
HIDUP MANUSIA
a. Semua manusia mempunyai kesadaran akan kebebasan
dan yakin bahwa mereka dapat memilih diantara beberapa kemungkinan.
b. Perkembangan rasa tanggung jawab tidak akan
mempunyai arti, kalau manusia tidak mempunyai kebebasan untuk melakukan
pilihan-pilihan.
c. Penilaian moral tentang perbuatan dan watak
seseorang menghendaki manusia harus mempunyai kebebasan. Seluruh sistem pujian
dan hukuman menghendaki sebagai syaratnya kebebasan dan tanggung jawab.
d. Berpikir menunjukkan bahwa manusia dihadapkan
kepada pilihan antara beberapa kemungkinan.
E. TINGKAH LAKU DAN KEMAUAN BEBAS
1. Tujuan akhir manusia terdapat dalam kebahagiaan
sempurna, disebabkan memiliki Tuhan. Tidak dapat tercapai dalam hidup di dunia,
melainkan dalam kehidupan di akhirat. Hidup ini hanya merupakan perantara suatu
jalan untuk mencapai tujuan akhir. Kehidupan manusia terdiri dari rangkaian
perbuatan, yang ada di bawah pengawasan manusia, hingga ia hidup layak
sebagaimana selayaknya derajat manusia. Perbuatan ini dinamakan Tingkah laku.
Tujuan hidup adalah bertingkah laku sedemikian rupa, hingga kita dapat mencapai
kebahagiaan sempurna.
2. Pencapaian tujuan akhir harus tergantung pada
tingkah laku manusia dalam hidupnya.
3. Tingkah laku terdiri dari perbuatan-perbuatan
kemanusiaan. Perbuatan tersebut dikuasai manusia oleh pengawasan yang sadar
serta kemauan bebas, dan oleh sebab itu manusia bertanggung jawab terhadap
perbuatannya. Perbuatan kemanusiaan adalah hasil sekumpulan proses kejiwaan.
a) Tertarik pada tujuan
b) Usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c) Pembahasan cara-cara pencapaian tujuan
d) Pelaksanaan
e) Rasa senang karena tujuan tercapai atau
sebaliknya
4. Perbuatan Kemanusiaan Bersifat Tiga Anasir
a) Pengetahuan yang memberikan tujuan dan
jalan-jalannya, memberikan pertimbangan, menjaga perhatian serta kesadaran yang
diperlukan untuk menentukan kemauan. Pengetahuan adalah: syarat bagi tindakan
kemauan yang sebenarnya.
b) Kerelaan kemauan yang menuntut bahwa pelaksana
mengetahui apa yang dikerjakan, dan menuntut pula bahwa pelaksana mau
mengerjakan.
c) Kebebasan, manusia dapat memilih yang harus
diperbuatnya.
5. Kemauan Bebas
a. Suatu perbuatan dapat mengakibatkan baik serta
buruk.
b. Kerelaan: positif, kalau seseorang mau
mengerjakan sesuatu, negatif, kalau mau meninggalkan sesuatu. Tidak ada
kerelaan, kalau seseorang tak menghendaki apapun juga. Yang tidak mungkin,
kalau kita sudah memikirkan pelaksanaan perbuatan, dan terlebih sudah
membicarakannya. Dengan demikian tentu akan ada kerelaan, baik kalau perbuatan
itu kita laksanakan, maupun kalau tidak dilaksanakan.
c. Bagaimana supaya perbuatan dapat disebut Bebas.
1) Maksud adalah aktual, apabila ada kemauan dengan
sadar disaat pelaksanaan perbuatan.
2) Maksud adalah virtual, apabila kemauan sendiri
tak ada lagi, melainkan pelaksanaan perbuatan dipengaruhi oleh kemauan tadi.
3) Maksud adalah habitual, apabila kemauan tak ada
lagi, tak disangkal, tetapi tak mempengaruhi lagi pelaksanaan perbuatan.
4) Maksud interpretatif, adalah maksud yang
sebenarnya tak pernah ada, tetapi orang berpendapat bahwa orang yang
bersangkutan akan melaksanakan kemauan, kalau ia telah memikirkan seluruh
keadaan.
Catatan:
Untuk kebebasan perbuatan maksud virtual telah mencukupi syarat. Untuk menjalankan beberapa kewajiban, maksud habitual saja telah mencukupi.
Untuk kebebasan perbuatan maksud virtual telah mencukupi syarat. Untuk menjalankan beberapa kewajiban, maksud habitual saja telah mencukupi.
d. Dibedakan antara cara-cara
menghendaki perbuatan sendiri dan cara-cara menghendaki akibatnya. Ada akibat
yang memang dikehendaki sebagai tujuan perbuatan, ada akibat yang terpaksa
dihadapi dan tidak dimaksudkan. Hal ini berjalan secara bersama-sama. Jika
orang berusaha untuk menjauhkannya maka orang tidak akan bisa hidup.
Sebab itu orang tak selamanya harus mencegah kejahatan atau keburukan. Dalam
keadaan-keadaan tertentu orang diperbolehkan melaksanakan perbuatan, yang tidak
hanya menyebabkan akibat baik, tetapi juga yang buruk.
“Asas Akibat Rangkap” yang diizinkan:
1) Perbuatan itu sendiri tidak
boleh bersifat jahat.
2) Akibat baik tidak boleh
didapatkan dari sebab jahat, karena kalau begitu yang jahat dikehendaki secara
langsung, yaitu sebagai jalan ke akibat baik. Tujuan yang baik tidak membenarkan
cara-cara yang jahat.
3) Akibat buruk/jahat, bukan
maksud/tujuan yang pokok.
4) Alasan kuat, akibat baiknya lebih
“kuat” dibandingkan akibat buruk, tak ada cara lain yang lebih tepat.
e. Beberapa Pengaruh yang Dapat
Mengubah Kebebasan
1) Ketidaktahuan, terhadap apa-apa
yang seharusnya diketahui. Dapat pula terjadi bahwa ketidaktahuan itu secara
mutlak tidak dapat diatasi atau paling tidak secara praktis tidak dapat
diatasi. Dalam keadaan ini tidak mungkin ada kebebasan. Apabila ketidaktahuan
itu dapat diatasi, maka orang bertanggung jawab terhadap ketidaktahuannya.
Sangat jahat, kalau seseorang dengan sengaja ingin tetap dalam
ketidaktahuannya.
2) Tidak adanya pengendalian hawa
nafsu, emosi kuat dari daya keinginan. Hawa nafsu dapat timbul sebelum kemauan
kita mempengaruhinya. Dengan demikian hawa nafsu mengurangi kebebasan
perbuatan, tetapi jarang meniadakan kebebasan sama sekali. Jika nafsu
diakibatkan dengan sengaja, maka orang bertanggung jawab atas hal tersebut dan
juga segala akibatnya, lebih-lebih terhadap hal yang sebelumnya telah
diketahuinya.
3) Ketakutan, kegelisahan jiwa
yang disebabkan orang melihat bahaya yang bakal datang. Kalau suatu tindakan
didorong oleh ketakutan, kebebasannya terkurangi.
4) Kekerasan, adalah kekuatan dari
luar, yang memaksa kita mengerjakan sesuatu yang tidak kita kehendaki. Kalau
kekerasan tidak dapat dielakkan, kebebasan dilenyapkan, selama hati tidak
menyetujui tindakan itu.
5) Kebiasaan yang diartikan cara
tetap pelaksanaan perbuatan. Kebiasaan itu diadakan oleh pengulangan perbuatan
yang serupa. Pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilahirkan oleh kebiasaan
tergantung pada kebebasan kebiasaan dan pada perhatian serta usaha untuk
meninggalkannya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di kalangan para
ahli teologi terbagi kepada dua kelompok. Pertama kelompok yang berpendapat
bahwa manusia merniliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya
menurut kemauannya sendiri. la makan,minum,belajar,berjalan dan seterusnya
adalah atas kemauan sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia
tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan
ditentukan oleh Tuhan. Jika manusia makan, minum, berjalan, bekerja dan
seterusnya, pada hakikatnya mengikuti kehendak Tuhan. Dalam pandangan golongan
yang kedua ini manusia tak ubahnya seperti wayang yang mengikuti sepenuhnya
kemauan dalang.
Di zaman baru ini perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza, Hucs dan Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena terpaksa. Sementara sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan untuk menetapkan perbuatannya. Manakah di antara dua pendapat yang paling benar bukan hak kita untuk menilainya, karena masing-masing memiliki argumentasi yang sama-sama kuat dan meyakinkan. Kecenderungan masing-masing pembacalah yang mana di antara dua aliran itu yang lebih diterima akal pikirannya.
Dalam kaitan dengan keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan melakukan perbuatannyalah yang akan diikuti di sini. Sementara golongan yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga akan diikuti di sini dengan menempatkannya secara proporsional. Yakni dalam hal bagaimanakah manusia itu bebas, dan dalam hal bagaimana pula manusia itu terbatas. Dengan cara demikian kita mencoba berbuat adil terhadap kedua kelompok yang berbeda pendapat itu.
Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang disebut bebas apabila:
Di zaman baru ini perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza, Hucs dan Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena terpaksa. Sementara sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan untuk menetapkan perbuatannya. Manakah di antara dua pendapat yang paling benar bukan hak kita untuk menilainya, karena masing-masing memiliki argumentasi yang sama-sama kuat dan meyakinkan. Kecenderungan masing-masing pembacalah yang mana di antara dua aliran itu yang lebih diterima akal pikirannya.
Dalam kaitan dengan keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan melakukan perbuatannyalah yang akan diikuti di sini. Sementara golongan yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga akan diikuti di sini dengan menempatkannya secara proporsional. Yakni dalam hal bagaimanakah manusia itu bebas, dan dalam hal bagaimana pula manusia itu terbatas. Dengan cara demikian kita mencoba berbuat adil terhadap kedua kelompok yang berbeda pendapat itu.
Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang disebut bebas apabila:
(1) Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan
apa yang dilakukannya,
(2) Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan
yang tersedia baginya, dan
(3) Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu
yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang
dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain, negara atau kekuasaan apa pun.
Selain itu kebebasan juga meliputi segala macam
kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disadari, disengaja dan dilakukan demi
suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu
manusia juga memiliki keterbatasan atau dipaksa menerima apa adanya. Misalnya
keterbatasan dalam menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan kita,
keterbatasan asal keturunan kita, bentuk tubuh kita, dan sebagainya. Namun
keterbatasan yang demikian itu sifatnya fisik, dan tidak membatasi kebebasan
yang sifatnya rohaniah. Dengan demikian keterbatasan tersebut tidak mengurangi
kebebasan kita.
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dapat dibagi tiga. Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang dapat di lakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu. Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang, semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena kemampuan terbang berada di luar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia. Yang dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan, yaitu pembatasan oleh seorang atau lembaga masyarakat berdasarkan kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dapat dibagi tiga. Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang dapat di lakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu. Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang, semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena kemampuan terbang berada di luar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia. Yang dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan, yaitu pembatasan oleh seorang atau lembaga masyarakat berdasarkan kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu
kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah
sejauh jangkauan kemungkinan untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan
apa saja dan dapat menghendaki apa saja. Kebebasan kehendak berbeda dengan
kebebasan jasmaniah. Kebebasan kehendak tidak dapat secara, langsung dibatasi dari
luar. Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya
dikurung.
Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macarn-macam ancaman, tekanan, larangan dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak.
Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macarn-macam ancaman, tekanan, larangan dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak.
Kebebasan pada tahap selanjutnya mengandung
kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa
yang mau dibuat berhadapan dengan macam-macam unsur. Manusia bebas berarti
manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya.
Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambilsikap dan menentukan dirinya sendiri. Manusia tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri. Apa saja yang dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak wajar .
Kalau ditinjau dari segi agama Islam, paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan al-Qur'an. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini:
Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambilsikap dan menentukan dirinya sendiri. Manusia tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri. Apa saja yang dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak wajar .
Kalau ditinjau dari segi agama Islam, paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan al-Qur'an. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin, 95:4)
“Dan Kami lebihkan mereka (manusia) dari kebanyakan
makhluk yang telah kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. (QS. Al
Israa’, 17:70)
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi,”
mereka bertanya: “Mengapa Engkau hendak menciptakan di bumi itu (makhluk) yang
akan membuat kerusakan didalamnya dan akan menumpahkan darah, (padahal) kami
selalu bertasbih memujimu dan mensucikanMu.” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui. (QS. Al Baqarah, 2:30).
Ayat-ayat tersebut dengan jelas memberi peluang
kepada manusia untuk secara bebas menentukan tindakannya berdasarkan kemauannya
sendiri.
F. TANGGUNGJAWAB
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan di atas
itu di tantang jika berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa
adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada
kebebasan. Di sinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.
Dalam filsafat, pengertian tanggung jawab adalah kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Perbuatan tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan juga.
Dalam filsafat, pengertian tanggung jawab adalah kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Perbuatan tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan juga.
Menurut Prof. Burhan Bungin dalam Mufid (2009:243),
tanggung jawab merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki
oleh manusia, tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri. Tidak ada yang membatasi
kebebasan seseorang, kecuali kebebasan orang lain. Jika kita bebas berbuat,
maka orang lain juga memiliki hak untuk bebas dari konsekuensi pelaksanaan
kebebasan kita. Dengan demikian, kebebasan manusia harus dikelola agar tidak
terjadi kekacauan. Dan norma untuk mengelola kebebasan itu adalah tanggung
jawab sosial. Tanggung jawab sendiri merupakan implementasi kodrat manusia
sebagai makhluk social. Maka demi kebaikan bersama, maka pelaksanaan kebebasan
manusia harus memperhatikan kelompok social dimana ia berada.
Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan
mengandung arti:
(1) Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri,
(2) Kemampuan untuk bertanggung jawab,
(3) Kedewasaan manusia, dan
(4) Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia
melakukan tujuan hidupnya. Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem
nilai dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan
instintif, melainkan terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan obyek
materia etika.
Sejalan dengan adanya kebebasan atau kesengajaan,
orang harus bertanggung jawab terhadap tindakannya yang disengaja itu. Ini
berarti bahwa ia harus dapat mengatakan dengan jujur kepada kata hatinya,
bahwa tindakannya itu sesuai dengan penerangan dan tuntutan kata hati itu. Jadi
bahwa dia berbuat baik dan tidak berbuat jahat, setidak-tidaknya menurut
keyakinannya.
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan, mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Sama seperti dalam banyak bahasa Barat, dalam bahasa Indonesia pun kata yang kita pakai untuk "tanggung jawab" ada kaitannya dengan "jawab". Bertanggung jawab berarti: dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab kalau ia mau melainkan juga ia harus menjawab. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang per-buatannya. Jawaban itu harus diberikan kepada siapa? Kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat luas dan kalau dia orang beragama kepada Tuhan.
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan, mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Sama seperti dalam banyak bahasa Barat, dalam bahasa Indonesia pun kata yang kita pakai untuk "tanggung jawab" ada kaitannya dengan "jawab". Bertanggung jawab berarti: dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab kalau ia mau melainkan juga ia harus menjawab. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang per-buatannya. Jawaban itu harus diberikan kepada siapa? Kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat luas dan kalau dia orang beragama kepada Tuhan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebebasan
erat kaitannya dengan kesusilaan. Maka tidak ada fungsinya memuji atau mencela
seseorang atas suatu perbuatan apabila dia dalam suatu perbuatan "tidak
bebas". Dalam keadaan tertekan (tidak bebas), manusia tidak mungkin akan
menjadi makhluk yang merdeka dan karena kebebasan inilah manusia dapat
melakukan kesalahan.
Kesalahan
yang paling berat dari manusia adalah menyerahkan kebebasannya. Bentuk paling
buruk dari kesalahan adalah membiarkan diri terperangkap dalam keburukan.
Perbuatan seseorang akan bermakna apabila yang bersangkutan bertanggung jawab
atas apa yang ia lakukan, maka kesimpulanya adalah orang yang dapat dimintai
tanggung jawab adalah orang yang memiliki kebebasan.
Manusia
dikatakan bebas apabila ia terikat pada norma-norma. Apabila ia tidak mengakui
hal itu maka ia tetap tidak bebas, karena dikuasai kecendrungan dan senantiasa
dipengaruhi dan terikat pada hokum yang lebih tinggi dan tidak sempurna.
Norma
tidak memaksa manusia, sebaliknya, norma memberikan kebebasan kepadanya.
Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima norma. Meskipun demikian,
kebebasan merupakan kenyataan yang begitu pentingnya, sehingga tegak runtuhnya
kesusilaan tergantung pada pengakuan atau pengingkaran atas kebebasan.
Sikap
moral yang dewasa adalah sikap yang bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung
jawab tanpa ada kebebasan. Disinilah letak hubungan tanggung jawab dan
kebebasan. Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir
berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan instingtif.
D. SARAN
Sebagai
makhluk yang berakal budi dan dianugerahi Tuhan dengan kemampuan yang luar
biasa hendaknya manusia dapat memanfaatkan kebebasan yang diberikan Tuhan
kepadanya dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan manusia itu sendiri dan juga
makhluk hidup lainnya karena pada suatu hari nanti setiap manusia akan diminta
pertanggung jawabannya dihadapan Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bertens,
K., 2005, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
http://makalah85.blogspot.com/…/kebebasan-tanggung-jawab-dan-hati.html
Mufid,
Muhamad, 2009, Etika dan Filsafat Komunikasi, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta
Prono,
Srijanto, 2002, Hidup Anda Ditangan Siapa; Suatu Telaah Pemikiran Menjembatani
Paham
Qodariah dan Jabariah, Syaamil Cipta Media, Bandung
Tim
Pengajar, 2010, Filsafat Pendidikan, Universitas Negeri Medan, Medan
Zubair,
Achmad Charris, 1995, Kuliah Etika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
No comments:
Post a Comment